Indonesia sampai saat ini masih ketergantungan impor
kedelai, belum mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelai local. Padahal kedelai di Indonesia adalah hasil
pangan penting mengingat Indonesia sebagian besar masyarakatnya gemar mengkonsumsi
tahu dan tempe.
Sebagaimana diketahui pada saat ini kebutuhan kedelai
nasional mencapai 2,4 juta ton, tetapi baru terpenuhi dari hasil panen petani
sekitar 850 ribu ton, atau sekitar 35 persen saja.
Ada beberapa factor yang menjadi triger rendahnya produksi
kedelai local di Indonesia. Diantaranya sebagai
berikut:
Minimnya lahan untuk
menanam kedelai
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengakui bahwa salah
satu pemicu rendahnya produksi kedelai lokal adalah minimnya lahan kedelai di
tanah air.
Misalnya pada periode 2010 - 2011 terjadi penurunan lahan
panen kedelai hingga lebih dari 29.000 hektar. Menyikapi masalah ini,
pemerintah sebenarnya telah menetapkan kebijakan perluasan lahan tanam kedelai
hingga 500 ribu hektar. Tetapi diluar lahan yang sudah ditanami kedelai.
Tujuannya bisa menambah lahan sampai 1 juta hektar lahan.
Tapi hingga saat ini, upaya perluasan lahan tanam kedelai
tersebut gagal. Meski demikian, kementerian pertanian terus berupaya agar
swasembada kedelai dapat tercapai, misalnya dengan pengembangan benih varietas
unggul yang bisa mendongkrak hasil panen. "Satu - satunya jalan memang
dengan benih unggul agar hasil maksimal. Oleh karena itu, kami mendorong
tumbuhnya industri pembuatan benih meski investasinya sangat besar.
Rendahnya
produktivitas kedelai local
Selain faktor lahan, rendahnya produktifitas kedelai lokal
menjadi alasan lain. Kementerian Pertanian berupaya untuk meningkatkan
produktifitas lahan kedelai. Rata-rata setiap hektar lahan kedelai di Indonesia
saat ini hanya mampu memproduksi 1,5 ton.
"Selain itu produksi lokal ke depan harus lebih dominan bisa 1,5 sampai 1,7 juta. Saat ini produksi lahan kedelai hanya 1,5 ton/hektar. Kita juga kejar produktifitas hingga 1,7 ton/hektar. Jadi jangan bicara tahun 2013, kalau 2014 kita punya 1 juta hektar lahan, dikali 1,7 ton jadi 1,7 juta ton kedelai, ini lumayan lah," ungkap Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan.
Salah satu penyebab rendahnya produktifitas kedelai lokal adalah kurang seriusnya petani dalam usaha tani kedelai dan minimnya ketersediaan benih kedelai varietas unggul di tingkat petani atau pasar.
"Selain itu produksi lokal ke depan harus lebih dominan bisa 1,5 sampai 1,7 juta. Saat ini produksi lahan kedelai hanya 1,5 ton/hektar. Kita juga kejar produktifitas hingga 1,7 ton/hektar. Jadi jangan bicara tahun 2013, kalau 2014 kita punya 1 juta hektar lahan, dikali 1,7 ton jadi 1,7 juta ton kedelai, ini lumayan lah," ungkap Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan.
Salah satu penyebab rendahnya produktifitas kedelai lokal adalah kurang seriusnya petani dalam usaha tani kedelai dan minimnya ketersediaan benih kedelai varietas unggul di tingkat petani atau pasar.
Harga kedelai rendah
Harga kedelai lokal saat panen di tingkat petani cukup
rendah. Hal ini membuat para petani malas dan tidak bergairah menanam kedelai
lokal. Para petani lebih memilih menanam padi atau jagung ketimbang kedelai.
Hingga akhirnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengeluarkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai tahun 2013. Harga yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan adalah Rp 7.000/kg.
Hingga akhirnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengeluarkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai tahun 2013. Harga yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan adalah Rp 7.000/kg.
Tanaman dipanen muda
Di beberapa aderah, petani terbiasa memanen kedelai dalam
kondisi muda untuk di jadikan kacang rebus, hal ini terjadi karena petani
memerlukan uang segera dan memang lebih ekonomis disbanding di panen tua yang
akan menambah beban biaya dalam prosen panen dan pasca panen.
Prilaku seperti ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan
kedelai dan produksi kedelai nasional, sehingga impor kedelai akan terus berjalan.